kabarbaru8 - Pagi itu suasana cerah, sebuah truk yang sarat dengan barang pindahan masuk pekarangan sebuah rumah yang baru selesai di bangun. Melihat ada warga pindahan yang akan menjadi penduduk baru.
Masyarakat bergegas membantunya, mereka sibuk mengangkut barang barang masuk ke dalam rumah. Setelah selesai. Pemilik rumah langsung berkenaln dan akrab dengan masyarakat. Nama saya Karta,saya pindahan dari kampung sawah, ini istri saya. Nita ujar Karta. Tau seorang ibu keluar dari rumah tersebut dengan menggengam sapu di tangan. Kalau ibu yang tua itu siapa? Tanya salah satu tetangga yang baru saja di salami Karta.
Ohh.....itu ibu saya, nama beliau Fatimah, suaminya sudah meninggal dunia, saya anak pertama, sehingga saya bertanggung jawab atas keluarga, terutama ibu. Jadi saya ajak ibu untuk tinggal bersama kami.
cerita karta. Keluarga Karta tampak harmonis, masyarakatpun akrab dengan keluarga karta. Banyak tetangga yang memuji keluarga itu, karena jarang terdengar percekcokan. Akan tetapi siapa sangka, apa yang tampak di mata warga sekitar situ teryata berbeda dengan kenyataan.
Memang pada awalnya di keluarga itu tidak ada terjadi perseteruan. Namun di kemudian harinya ada saja masalah, hal hal yang remehpun bisa menjadi sumber masalah, terutama antara Ibu Fatimah dan istri Karta selalu saja terjadi perselisihan. Ibu Fatimah sering menerima cacian, hinaan fitnahan dari istri Karta.
Akan tetapi ibu Fatimah selalu sabar menerimanya, dia tidak pernah membalas perlakuan sang menantu. Harapan yang di idam idamkan untuk menghabiskan masa tuanya dengan anak, menantu dan cucu dalam keseharian yang di warnai bunga bunga kebahagiaan teryata pupus sudah.
Tetapi demi kasihnya untuk anak tercinta, dia rela menerima berbagai perlakuan yang tidak sewajarnya dari sang menantu. Eh tua bangka jangan enak enakan di sini ya....memangnya gak ada yang di kerjain, kerjanya cuma ngobrol saja! Bentak menantunya.
Padahal sang ibu sudah bekerja seharian penuh,namun ada saja yang salah pada dirinya.cacian , hinaan ,fitnahan selalu saja di tuduhkan ke dirinya.bahkan darah dagingnya sendiri yag ia lahirka, dirawat sejak kecil ikut membencinya.
Mas, saya tidak suka dengan ibu , masa seharian kerjanya cuma duduk duduk saja, saya kan capek sudah harus merawat anak kita si Dini, merapikan rumah,eh....ada yang lain bukannya ikut membantu kata Nita kepada suaminya. Sudahlah kamu tenang saja, nanti saya yang bicara kepada ibu.lama lama hilang juga kesabaran saya kepadanya, ucap Karta. Hasutan demi hasutan terus di tuduhkan kepada ibunya.
Tak tahan mendengar pengaduan istrinya. Karta yang tadinya tidak ambil pusing akhirnya menegur ibunya. hingga suatu malam terjadi pertengkaran yang hebat. Mas, saya sudah tak sanggup tinggal di ruamah ini , seperti di neraka saja, Saya atau dia yang keluar dari rumah ini. Kalau Mas tidak mengeluarin tua bangkat.
Itu dari rumah malam ini juga, saya yang akan keluar...tantan Nita. Karena termakan dengan fitnah istrinya, akhirnya Karta tega mengusir ibunya sendiri. Bu saya sudah tidak sanggup dengan sikap ibu, ada saja pertengakran yang muncul. Daripada rumah tangga saya hancur karena keberadaan ibu di rumah ini, lebih baik ibu keluar dari rumah ini malam ini juga, Ibu bisa tinggal dirumah Tini atau Tuti. Usir Karta.
Saya Tidak mau tahu, bagaimanapun caranya ibu harus meninggalkan rumah malam ini juga, bentak Karta tanpa risih lagi. Nak ibu akan keluar dari sini, akan tetapi malam sudah larut, bagaimana mungkin ibu pergi. Ijinkan ibu untuk tinggal malam ini saja, esok pagi ibu akan meninggalkan rumah ini, pinta ibu Fatimah. Lagi lagi istri Karta menyela, Mas, saya atau dia yang keluar meninggalkan rumah ini.
Karena Karta takut kehilangan istrinya yang di cintainya ,dia lebih rela ibunya yang harus keluar dari rumahnya. Padahal di rumah itu ibunya pun memiliki saham buat mengadakan rumah tersebut. Keluar ! saya tidak mau tahu ! Bentak Karta dengan bengis. Bahkan dengan sombongnya Karta.pun mendorong ibunya keluar rumah. Nita, istri Karta sendiri dengan angkuhnya , seakan akan menunjukkan dirinya bahwa dialah pemenangnya. Hanya berbekal beberapa potong pakaian ,tanpa di beri uang satu rupiah pun, ibu Fatimah Meninggalkan rumah itu.
"SAYA TIDAK AKAN RIDHO DUNIA AKHERAT AKAN PERLAKUANNYA KEPADAKU , KUHARAMKAN AIR SUSU YANG TELAH DIMINUMNYA , SEMOGA DIA DI BAKAR DI DUNIA DAN DI AKHERAT."
Kutuk ibu Fatimah. Dengan air mata yang terus mengalir di pipinya yang sudah mulai mengeriput, wanita tua itu terus menyelusuri jalan raya seorang diri. karena tidak membawa uang sepeserpun.
Bu Fatimah terpaksa berjalan kaki menuju rumah anaknya yang lain. Sejak kepergian ibunya, kehidupan rumah tangga karta bukanya bertambah harmonis. Bahkan belakangan Karta jatuh sakit, Sembilan bulan lamanya Karta Melawan sakit. Berawal hanya gatal gatal biasa, kemudian lama kelamaan tampak memerah di sekitar perutnya. Beberapa dokter dan paranormal telah ia datangi, namun pengobatanya yang ia jalani sia sia saja, tak ada hasilnya, bahkan harta yang ia miliki mulai habis untuk mengobati penyakit
itu.
Masyarakat bergegas membantunya, mereka sibuk mengangkut barang barang masuk ke dalam rumah. Setelah selesai. Pemilik rumah langsung berkenaln dan akrab dengan masyarakat. Nama saya Karta,saya pindahan dari kampung sawah, ini istri saya. Nita ujar Karta. Tau seorang ibu keluar dari rumah tersebut dengan menggengam sapu di tangan. Kalau ibu yang tua itu siapa? Tanya salah satu tetangga yang baru saja di salami Karta.
Ohh.....itu ibu saya, nama beliau Fatimah, suaminya sudah meninggal dunia, saya anak pertama, sehingga saya bertanggung jawab atas keluarga, terutama ibu. Jadi saya ajak ibu untuk tinggal bersama kami.
cerita karta. Keluarga Karta tampak harmonis, masyarakatpun akrab dengan keluarga karta. Banyak tetangga yang memuji keluarga itu, karena jarang terdengar percekcokan. Akan tetapi siapa sangka, apa yang tampak di mata warga sekitar situ teryata berbeda dengan kenyataan.
Memang pada awalnya di keluarga itu tidak ada terjadi perseteruan. Namun di kemudian harinya ada saja masalah, hal hal yang remehpun bisa menjadi sumber masalah, terutama antara Ibu Fatimah dan istri Karta selalu saja terjadi perselisihan. Ibu Fatimah sering menerima cacian, hinaan fitnahan dari istri Karta.
Akan tetapi ibu Fatimah selalu sabar menerimanya, dia tidak pernah membalas perlakuan sang menantu. Harapan yang di idam idamkan untuk menghabiskan masa tuanya dengan anak, menantu dan cucu dalam keseharian yang di warnai bunga bunga kebahagiaan teryata pupus sudah.
Tetapi demi kasihnya untuk anak tercinta, dia rela menerima berbagai perlakuan yang tidak sewajarnya dari sang menantu. Eh tua bangka jangan enak enakan di sini ya....memangnya gak ada yang di kerjain, kerjanya cuma ngobrol saja! Bentak menantunya.
Padahal sang ibu sudah bekerja seharian penuh,namun ada saja yang salah pada dirinya.cacian , hinaan ,fitnahan selalu saja di tuduhkan ke dirinya.bahkan darah dagingnya sendiri yag ia lahirka, dirawat sejak kecil ikut membencinya.
Mas, saya tidak suka dengan ibu , masa seharian kerjanya cuma duduk duduk saja, saya kan capek sudah harus merawat anak kita si Dini, merapikan rumah,eh....ada yang lain bukannya ikut membantu kata Nita kepada suaminya. Sudahlah kamu tenang saja, nanti saya yang bicara kepada ibu.lama lama hilang juga kesabaran saya kepadanya, ucap Karta. Hasutan demi hasutan terus di tuduhkan kepada ibunya.
Tak tahan mendengar pengaduan istrinya. Karta yang tadinya tidak ambil pusing akhirnya menegur ibunya. hingga suatu malam terjadi pertengkaran yang hebat. Mas, saya sudah tak sanggup tinggal di ruamah ini , seperti di neraka saja, Saya atau dia yang keluar dari rumah ini. Kalau Mas tidak mengeluarin tua bangkat.
Itu dari rumah malam ini juga, saya yang akan keluar...tantan Nita. Karena termakan dengan fitnah istrinya, akhirnya Karta tega mengusir ibunya sendiri. Bu saya sudah tidak sanggup dengan sikap ibu, ada saja pertengakran yang muncul. Daripada rumah tangga saya hancur karena keberadaan ibu di rumah ini, lebih baik ibu keluar dari rumah ini malam ini juga, Ibu bisa tinggal dirumah Tini atau Tuti. Usir Karta.
Saya Tidak mau tahu, bagaimanapun caranya ibu harus meninggalkan rumah malam ini juga, bentak Karta tanpa risih lagi. Nak ibu akan keluar dari sini, akan tetapi malam sudah larut, bagaimana mungkin ibu pergi. Ijinkan ibu untuk tinggal malam ini saja, esok pagi ibu akan meninggalkan rumah ini, pinta ibu Fatimah. Lagi lagi istri Karta menyela, Mas, saya atau dia yang keluar meninggalkan rumah ini.
Karena Karta takut kehilangan istrinya yang di cintainya ,dia lebih rela ibunya yang harus keluar dari rumahnya. Padahal di rumah itu ibunya pun memiliki saham buat mengadakan rumah tersebut. Keluar ! saya tidak mau tahu ! Bentak Karta dengan bengis. Bahkan dengan sombongnya Karta.pun mendorong ibunya keluar rumah. Nita, istri Karta sendiri dengan angkuhnya , seakan akan menunjukkan dirinya bahwa dialah pemenangnya. Hanya berbekal beberapa potong pakaian ,tanpa di beri uang satu rupiah pun, ibu Fatimah Meninggalkan rumah itu.
"SAYA TIDAK AKAN RIDHO DUNIA AKHERAT AKAN PERLAKUANNYA KEPADAKU , KUHARAMKAN AIR SUSU YANG TELAH DIMINUMNYA , SEMOGA DIA DI BAKAR DI DUNIA DAN DI AKHERAT."
Kutuk ibu Fatimah. Dengan air mata yang terus mengalir di pipinya yang sudah mulai mengeriput, wanita tua itu terus menyelusuri jalan raya seorang diri. karena tidak membawa uang sepeserpun.
Bu Fatimah terpaksa berjalan kaki menuju rumah anaknya yang lain. Sejak kepergian ibunya, kehidupan rumah tangga karta bukanya bertambah harmonis. Bahkan belakangan Karta jatuh sakit, Sembilan bulan lamanya Karta Melawan sakit. Berawal hanya gatal gatal biasa, kemudian lama kelamaan tampak memerah di sekitar perutnya. Beberapa dokter dan paranormal telah ia datangi, namun pengobatanya yang ia jalani sia sia saja, tak ada hasilnya, bahkan harta yang ia miliki mulai habis untuk mengobati penyakit
itu.
sumber : dakwahpedia
0 Response to "MERINDING !!! Baru Dikubur 30 Menit Jenazah Ini Hangus Terbakar, Hanya Karena Hal Ini... [Bantu Share Ya Biar Menjadi Pelajaran]"
Posting Komentar