Apakah Anda sering merasa hampa dan kosong? Walaupun bibir Anda tersenyum dan berusaha tampak bahagia di depan semua orang, ada rasa kosong yang selalu bergemuruh di dalam dada. Apakah Anda benar-benar bahagia atau itu hanya kebahagiaan semu? Bacalah tulisan salah satu sahabat kami ini, semoga bisa memberi sedikit lentera pada hidup Anda.
Aku selalu belajar dari setiap kejadian yang hadir dalam hidupku. Dalam setiap langkahku maju ke depan, selalu terselip pelajaran penuh makna dari kejadian masa laluku. Satu langkah aku belajar dari rasa sakit pengkhianatan, satu langkah aku teringat pedihnya ditinggalkan orang yang kita sayang. Langkah demi langkah aku ayun dengan penuh rasa mantap dan percaya diri. Aku sekarang di sini telah melalui banyak cobaan dan perjalanan dari rasa sakit dan ujian kesabaran, serta keikhlasan dalam menerima setiap rasa sakit dan kepedihan dari kehilangan rasa kebahagiaan.
Bila menengok ke belakang yang ada adalah ingatan akan kepedihan. Terkadang hatiku pun sedikit menjadi keras dan kepalaku sedikit membantu. Orang mengatakan aku angkuh, sombong. Padahal semua kulakukan hanya untuk menjaga diri dan hatiku agar tak lagi tersakiti. Aku sendiri bergulat dengan kehidupan demi mendapat kebahagiaan, dan menciptakan kebahagiaan itu sendiri. Jika bukan aku lantas siapa lagi yang akan menjaga hatiku? Siapa lagi yang peduli dengan kebahagiaanku?
Dengan semua rasa sakit yang aku peroleh sepanjang perjalanan hidupku, aku menjadi wanita yang kuat, angkuh dan keras. Sifat ini terus aku pertahankan untuk menjaga kebahagiaan hidupku. Namun, dari tahun ke tahun yang aku peroleh hanyalah kehampaan dan rasa sakit, karena aku seperti membohongi diriku sendiri. Aku seperti bersandiwara dengan hidupku sendiri.
Ya, aku memang dapat bertahan dalam kerasnya hidupku. Ya, aku memang dapat tetap hidup dan tertawa, tapi tanpa aku sadari aku terus menumpuk rasa sakit. Rasa sakit dari kekecewaan dan kehampaan yang aku sembunyikan lewat rasa benci, dendam yang aku balut dengan senyum dan tawa kepalsuan. Apa aku bahagia? Tidak.
Aku semakin sombong dan angkuh. Bahkan aku hampir saja melupakan Tuhan. Benar kata orang ikhlas dan memaafkan memang mudah untuk diucapkan tetapi sulit untuk diterima oleh hati. Sekarang aku belajar untuk memaafkan dan menerima. Memaafkan orang-orang yang aku sayang yang telah melukaiku. Menerima semua airmata dan kepedihan ini sebagai pembelajaran ekstrakulikuler dalam hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Terkadang tanpa sadar dengan membenci dan menyimpan dendam kita telah menjadi sama seperti orang-orang yang kita benci, seperti mereka yang telah menyakiti kita. Dan saat kusadari itu aku menjadi takut akan diriku sendiri. Seakan aku menjelma menjadi monster yang paling aku takuti. Ya Rabb.. ampuni aku.. Ya Allah yang maha pengasih ampuni aku, aku mohon perlindunganmu.
Saat aku bersujud saat aku meminta, saat aku merendah penuh permohonan dan ampunan justru saat itulah aku merasa begitu tenang dan pasrah. Aku merasa begitu kuat dan aman. Aku merasa tak ada lagi yang perlu aku khawatirkan.
Benar kata orang “Saat Allah memberi kita cobaan, Dia tidak meminta kita untuk memikirkan jalan keluarnya.Tapi cukup berdoa dan bersabar,”
Bila menengok ke belakang yang ada adalah ingatan akan kepedihan. Terkadang hatiku pun sedikit menjadi keras dan kepalaku sedikit membantu. Orang mengatakan aku angkuh, sombong. Padahal semua kulakukan hanya untuk menjaga diri dan hatiku agar tak lagi tersakiti. Aku sendiri bergulat dengan kehidupan demi mendapat kebahagiaan, dan menciptakan kebahagiaan itu sendiri. Jika bukan aku lantas siapa lagi yang akan menjaga hatiku? Siapa lagi yang peduli dengan kebahagiaanku?
Dengan semua rasa sakit yang aku peroleh sepanjang perjalanan hidupku, aku menjadi wanita yang kuat, angkuh dan keras. Sifat ini terus aku pertahankan untuk menjaga kebahagiaan hidupku. Namun, dari tahun ke tahun yang aku peroleh hanyalah kehampaan dan rasa sakit, karena aku seperti membohongi diriku sendiri. Aku seperti bersandiwara dengan hidupku sendiri.
Ya, aku memang dapat bertahan dalam kerasnya hidupku. Ya, aku memang dapat tetap hidup dan tertawa, tapi tanpa aku sadari aku terus menumpuk rasa sakit. Rasa sakit dari kekecewaan dan kehampaan yang aku sembunyikan lewat rasa benci, dendam yang aku balut dengan senyum dan tawa kepalsuan. Apa aku bahagia? Tidak.
Aku semakin sombong dan angkuh. Bahkan aku hampir saja melupakan Tuhan. Benar kata orang ikhlas dan memaafkan memang mudah untuk diucapkan tetapi sulit untuk diterima oleh hati. Sekarang aku belajar untuk memaafkan dan menerima. Memaafkan orang-orang yang aku sayang yang telah melukaiku. Menerima semua airmata dan kepedihan ini sebagai pembelajaran ekstrakulikuler dalam hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Terkadang tanpa sadar dengan membenci dan menyimpan dendam kita telah menjadi sama seperti orang-orang yang kita benci, seperti mereka yang telah menyakiti kita. Dan saat kusadari itu aku menjadi takut akan diriku sendiri. Seakan aku menjelma menjadi monster yang paling aku takuti. Ya Rabb.. ampuni aku.. Ya Allah yang maha pengasih ampuni aku, aku mohon perlindunganmu.
Saat aku bersujud saat aku meminta, saat aku merendah penuh permohonan dan ampunan justru saat itulah aku merasa begitu tenang dan pasrah. Aku merasa begitu kuat dan aman. Aku merasa tak ada lagi yang perlu aku khawatirkan.
Benar kata orang “Saat Allah memberi kita cobaan, Dia tidak meminta kita untuk memikirkan jalan keluarnya.Tapi cukup berdoa dan bersabar,”
0 Response to "Sering Pura-Pura Bahagia Tetapi Rasanya Hampa? Bacalah Tulisan Ini"
Posting Komentar